English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ Belajar Dan Berbagi Ilmu Serta Nasehat Untuk Mempererat Ukhuwah Islamiyah
free counters

Senin, 23 Januari 2012

LETAK KEMULIAAN SESEORANG

Letak kemuliaan seseorang bukanlah pada harta ataupun jabatan sebagaimana sebagian manusia senantiasa menjadikan keduanya sebagai barometer. Namun sesungguhnya kemulian seseorang terletak pada hatinya! Apapun keadaan orang tersebut, baik kaya atau miskin, punya jabatan atau tidak, tak menjadi sebab bagi kita dalam memuliakan dirinya.

Rosulullah shollallohu 'alaihi wasalam menegaskan dalam hadisnya, “Bukanlah disebut saudagar bagi orang yang mempunyai harta banyak. Tetapi saudagar adalah orang yang berhati dan berjiwa lapang dan dipenuhi izzah (kemuliaan).

Si kaya akan menjadi mulia apabila senantiasa menghormati si miskin serta menyantuni mereka sebelum mereka memintanya. Sebaliknya, si miskin menjadi mulia apabila tangannya terasa berat untuk meminta kepada orang lain. Al Imam Alwi bin Faqihil Muqoddam dalam syairnya mengatakan, “Apabila kau menemui saudagar atau pejabat di depan pintu si miskin, maka merekalah paling mulianya saudagar atau pejabat. Begitu pula si miskin adalah paling mulianya orang miskin.” Karena hal ini menunjukkan bahwa para saudagar tak lupa untuk menyantuni si miskin dan si miskin pun mempunyai izzah hingga merasa malu untuk datang meminta ke rumah si kaya.

Beliau melanjutkan tuturannya, “Apabila kau menemui si miskin di pintu-pintu si kaya, saudagar atau pejabat, maka merekalah seburuk-buruknya orang kaya dan orang miskin.” Karena hal ini menunjukkan bahwa para saudagar telah lalai dalam memperhatikan kebutuhan wong cilik (tafaqqud ahwalil masakin) dan si miskin pun tak mempunyai izzah dan perasaan malu untuk meminta.

Namun orang di zaman sekarang sudah terbalik. Telah menjadi sebuah aib bagi si kaya untuk mendatangi rumah si miskin dan justru menjadi kebanggaan apabila rumahnya disesaki para fuqoro. Merekapun merasa enggan untuk menghadiri undangan si miskin dan merasa risih jika undangannya dihadiri oleh si miskin. Begitu pula si miskin telah menjadikan meminta-minta di jalanan sebagai profesi tanpa ada rasa malu sedikitpun.

Alhasil, apa yang diungkapkan oleh Sayyidina Alwi tersebut singkat tapi betul-betul menjadi suatu ukuran / kaidah tentang mulia tidaknya suatu masyarakat / golongan. Semoga kita termasuk golongan orang-orang mulia tersebut di dunia dan akherat, Amiiin......

Salam santun ukhuwah......

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...