Oleh : Wandi Upss
Sultan Salahuddin
Ayyubi atau Saladin adalah seorang jendral dan
pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini). Ia
mendirikan Dinasti Ayyubiyyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak,
Mekkah Hejaz dan Diyar Bakr. Salahuddin terkenal di dunia Muslim dan
Kristen karena kepemimpinan, kekuatan militer, dan sifatnya yang ksatria
dan pengampun pada saat ia berperang
melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al Ayyubi juga adalah seorang
ulama. Ia memberikan catatan kaki dan berbagai macam penjelasan dalam
kitab hadits Abu Dawud.
Latar belakang
Shalahuddin
Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi.[1] Ayahnya Najmuddin Ayyub dan
pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung
halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Irak).
Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika
ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun
pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk untuk kota
Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon
tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi
gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud.
Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan
menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu,
Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari
teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin.
Pada tahun 1169, Shalahudin diangkat menjadi seorang wazir (konselor).
Di sana, dia mewarisi peranan sulit mempertahankan Mesir melawan
penyerbuan dari Kerajaan Latin Jerusalem di bawah pimpinan Amalrik I.
Posisi ia awalnya menegangkan. Tidak ada seorangpun menyangka dia bisa
bertahan lama di Mesir yang pada saat itu banyak mengalami perubahan
pemerintahan di beberapa tahun belakangan oleh karena silsilah panjang
anak khalifah mendapat perlawanan dari wazirnya. Sebagai pemimpin dari
prajurit asing Syria, dia juga tidak memiliki kontrol dari Prajurit
Shiah Mesir, yang dipimpin oleh seseorang yang tidak diketahui atau
seorang Khalifah yang lemah bernama Al-Adid. Ketika sang Khalifah
meninggal bulan September 1171, Saladin mendapat pengumuman Imam dengan
nama Al-Mustadi, kaum Sunni, dan yang paling penting, Abbasid Khalifah
di Baghdad, ketika upacara sebelum Salat Jumat, dan kekuatan kewenangan
dengan mudah memecat garis keturunan lama. Sekarang Saladin menguasai
Mesir, tapi secara resmi bertindak sebagai wakil dari Nuruddin, yang
sesuai dengan adat kebiasaan mengenal Khalifah dari Abbasid. Saladin
merevitalisasi perekonomian Mesir, mengorganisir ulang kekuatan militer,
dan mengikuti nasihat ayahnya, menghindari konflik apapun dengan
Nuruddin, tuannya yang resmi, sesudah dia menjadi pemimpin asli Mesir.
Dia menunggu sampai kematian Nuruddin sebelum memulai beberapa tindakan
militer yang serius: Pertama melawan wilayah Muslim yang lebih kecil,
lalu mengarahkan mereka melawan para prajurit salib.
Timur
Tengah (1190 M.). Wilayah kekuasaan Shalahuddin (warna merah); Wilayah
yang direbut kembali dari pasukan salib 1187-1189 (warna merah muda).
Warna hijau terang menandakan wilayah pasukan salib yang masih bertahan
sampai meninggalnya Shalahuddin
Dengan kematian Nuruddin (1174)
dia menerima gelar Sultan di Mesir. Disana dia memproklamasikan
kemerdekaan dari kaum Seljuk, dan dia terbukti sebagai penemu dari
dinasti Ayyubid dan mengembalikan ajaran Sunni ke Mesir. Dia memperlebar
wilayah dia ke sebelah barat di maghreb, dan ketika paman dia pergi ke
Nil untuk mendamaikan beberapa pemberontakan dari bekas pendukung
Fatimid, dia lalu melanjutkan ke Laut Merah untuk menaklukan Yaman. Dia
juga disebut Waliullah yang artinya teman Allah bagi kaum muslim Sunni.
tahun 559-564 H/ 1164-1168 M. Sejak itu Asaduddin, pamannya diangkat
menjadi Perdana Menteri Khilafah Fathimiyah. Setelah pamnnya meninggal,
jabatan Perdana Menteri dipercayakan Khalifah kepada Shalahuddin
Al-Ayyubi.
Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil mematahkan serangan
Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang melancarkan Perang Salib
kedua terhadap Mesir. Sultan Nuruddin memerintahkan Shalahuddin
mengambil kekuasaan dari tangan Khilafah Fathimiyah dan mengembalikan
kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad mulai tahun 567 H/1171 M
(September). Setelah Khalifah Al-'Adid, khalifah Fathimiyah terakhir
meninggal maka kekuasaan sepenuhnya di tangan Shalahuddin Al-Ayyubi.
Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, Damaskus diserahkan
kepada puteranya yang masih kecil Sultan Salih Ismail didampingi seorang
wali. Dibawah seorang wali terjadi perebutan kekuasaan di antara
putera-putera Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nurruddin menjadi
terpecah-pecah. Shalahuddin Al-Ayyubi pergi ke Damaskus untuk
membereskan keadaan, tetapi ia mendapat perlawanan dari pengikut
Nuruddin yang tidak menginginkan persatuan. Akhirnya Shalahuddin
Al-Ayyubi melawannya dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah
Mesir dan Syam pada tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas
wilayahnya hingga Mousul, Irak bagian utara.