Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa. Menuju
kediaman khalifah Umar bin Khatab ra. Ia ingin mengadu pada khalifah;
tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah
khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri
Umar ra sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang
akan diadukannya pada Umar ra. Tapi, tak sepatah katapun terdengar
keluhan dari mulut khalifah. Umar ra diam saja, mendengarkan istrinya
yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal
melaporkan istrinya pada Umar.
Apa yang membuat
seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan, berdiam
diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di
luar sana, ia selalu tegas pada siapapun??? Mungkin bisa kita tarik kesimpulan dan sebab-sebab sahabat Umar ra terdiam saat istrinya mengomel atau pun memarahinya :
1. Benteng Penjaga Api Neraka
Kelemahan
laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya,
niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik
tubuh-tubuh elok di sekitarnya. Panah yang tertancap membuat darah
mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang
raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat.
Adalah
sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki
untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari. Adalah istri
tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab
yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan
akhirat.
Maka, ketika Umar ra terpikat pada liukan
penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada
penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar.
Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liuka yang sama,
lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga
hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu
menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.
2. Pemelihara Rumah
Pagi
hingga sore suami bekerja. Berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam mencari rizki untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Setiap hari selalu begitu. Istri cuma sebagai pengumpul dan
terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya.
Mendapatkan uang, beli ini beli itu. Untunglah ada istri yang
selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air
mata, bahkan darah tak menguap sia-sia Ada istri yang siap menjadi
pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika
suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh
cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi???
Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara
rumah yang lebih telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan
hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena
(mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari
semakin membebani.
3. Penjaga Penampilan
Umumnya
laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian
warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan
bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana
yang setiap pagi menyiapkan pakaianannya, memilihkan apa yang
pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila
ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan
istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu
4. Pengasuh Anak-anak
Suami
menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan
istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang
menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat
tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan
pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas
membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku, ?akulah yang
membuatnya begitu.? Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke
depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Umar ra paham benar akan hal
itu.
5. Penyedia Hidangan
Pulang
kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas
di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja
makan suami Cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam,
sambal terasi dan lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung;
tadi bagi istrinya sempat berdebat, menawar, harga melebihi
anggaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan
memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa
takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan.
Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja
untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi
koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang
disuka dan dibenci suami.
Dengan mengingat lima
peran ini, Umar ra kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin dia
capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di
pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka,
memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak,
menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang
istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.
Umar ra hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela
dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya,
barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda.
Hingga tak terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji.
Akankah
suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Umar ra ini. Ia tak
hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi
keluarganya
Wallahu A'lam.
0 komentar:
Posting Komentar