Oleh Ustadz : Ibnu Mas'ud
Humaid bin Abdur Rahman berkata : “Aku pernah mendengar Muawiyah
Radhiallahu Anhu sedang berkhutbah kemudian ia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang
dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Dia akan memberikan pemahaman pada
orang itu dalam masalah agama, Sesungguhnya aku hanya bersumpah dan
Allah lah yang memberi, umat ini akan terus eksis selama mereka
menegakkan perintah Allah, orang-orang yang menyelisihi mereka tidak
akan membahayakannya sampai datangnya perkara Allah”. (HR.Bukhari (69),
Muslim (1761), Ibnu Majah (217), Ahmad (16231)
Dalam Surah Al-Araf ayat ke 23, yang merupakan penggalan doa yang artinya “Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi".
Ayat ini dan hadits di atas merupakan satu kesatuan arti yang tak terpisahkan, ayat ini menjelaskan bagaimana manusia berbuat aniaya karena tidak mau melaksanakan perintah Allah Ta’ala, yang disyariatkanNya untuk memberikan ketentraman dan kebahagian manusia. Manakala perintah ini tidak dilaksanakan maka yang menanggung akibat dari semua itu adalah manusia itu sendiri, yang dalam bahasa al-Qur’an dikatakan dengan menganiaya diri sendiri. Bukti sejarah telah menulis bagaimana nasib orang-orang yang menganiaya diri sendiri ini, mulai dari Qabil putra Nabi Adam, kaum Aad, Tsamud, Fir’aun dengan Mesir Kunonya, Persia dan Romawi serta lainnya yang tak terhitung. Peradaban yang bagaimana pun hebatnya di dunia ini selagi ia tidak melaksanakan perintah Allah maka tidak akan eksis dan berlangsung lama, berapa banyak peradaban yang dulunya mewakili zamannya kini hilang lenyap hanya tinggal cerita. Sementara, hadits yang mulia di atas menginformasikan kepada kita tentang janji Allah lewat RasulNya, bahwa umat Islam ini akan terus eksis dan jaya selama mereka mau berpegang dengan perintah Allah.
Dalam Surah Al-Araf ayat ke 23, yang merupakan penggalan doa yang artinya “Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi".
Ayat ini dan hadits di atas merupakan satu kesatuan arti yang tak terpisahkan, ayat ini menjelaskan bagaimana manusia berbuat aniaya karena tidak mau melaksanakan perintah Allah Ta’ala, yang disyariatkanNya untuk memberikan ketentraman dan kebahagian manusia. Manakala perintah ini tidak dilaksanakan maka yang menanggung akibat dari semua itu adalah manusia itu sendiri, yang dalam bahasa al-Qur’an dikatakan dengan menganiaya diri sendiri. Bukti sejarah telah menulis bagaimana nasib orang-orang yang menganiaya diri sendiri ini, mulai dari Qabil putra Nabi Adam, kaum Aad, Tsamud, Fir’aun dengan Mesir Kunonya, Persia dan Romawi serta lainnya yang tak terhitung. Peradaban yang bagaimana pun hebatnya di dunia ini selagi ia tidak melaksanakan perintah Allah maka tidak akan eksis dan berlangsung lama, berapa banyak peradaban yang dulunya mewakili zamannya kini hilang lenyap hanya tinggal cerita. Sementara, hadits yang mulia di atas menginformasikan kepada kita tentang janji Allah lewat RasulNya, bahwa umat Islam ini akan terus eksis dan jaya selama mereka mau berpegang dengan perintah Allah.
Sementara Subhanallah!! berapa abad telah berlalu,
berapa peradaban silih berganti, dan berapa paham timbul tenggelam,
namun umat islam masih bertahan dan mewarnai peradaban manusia, umat
sebagaimana yang telah Rasulullah bina tetap ada hingga kini, karenanya
Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan bahwa hadits ini menggandung tiga
hukum”, diantaranya beliau mengatakan, “Bahwa sesungguhnya sebagian dari
umat ini masih ada yang tetap dalam kebenaran (sebagaimana ajaran murni
Rasulullah), sampai datangnya perkara Allah. Para ulama menjelaskan
bahwa eksisnya umat islam ini tidak akan dapat dihancurkan oleh
penentang-penentangnya, dan berakhirnya umur umat islam ini berada dalam
perkara Allah, yang dalam beberapa riwayat dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan perkara Allah adalah datangnya kabut asap dari Yaman
yang mewafatkan orang-orang yang beriman sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh Hudzaifah bin Usaid.
Melaksanakan perintah saja belum menjamin seorang akan sukses dalam mengarungi kehidupan ini, tapi lebih dibutuhkan mampu memahami perintah dan melaksanakannya, karenanya poin pertama yang disebutkan hadits ini dan dijelaskan Ibnu hajar adalah keutamaan orang yang tekun memahami agama. Orang yang tidak tergerak untuk memahami dan mendalami agama dikategorikan sebagai orang yang tidak menginginkan kebaikan, bagaimana mungkin sebuah perintah mampu dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan apa yang diinginkan Rabbnya, jika perintah itu tidak mampu dipahami. Paling tidak orang yang memahami perintah akan semakin terdorong untuk melaksanakannya dan tahu bagaimana seharusnya dilaksanakan. Karenanya kata yang dipilih dari hadits ini adalah Tafaquh yang bisa diartikan proses yang diusahakan dan ditimbulkan oleh manusia melalui kekuasaan Allah untuk memahami perintahNya dan laranganNya, baik melalui belajar maupun ilham yang dihujamkan Allah kedalam dadanya.
Poin terakhir yang ditekankan dalam hadits ini bahwa ilmu dan pengamalan terhadap Al-Islam merupakan benteng yang paling kokoh untuk menolak setiap rongrongan dunia, dorongan nafsu syahwat dan slogan-slogan kebebasan yang justru mengusung manusia untuk jatuh ke dalam bahaya terbesar. Siapa saja yang menentang dan menyelisihi orang-orang memahami al-Islam dan melaksanakannya, mereka akan jatuh terjerembab di hadapan hujah-hujah ilahiyah, sedikit demi sedikit para penentang ini sadar bahwa apa yang mereka dengang dengungkan itu ternyata hanya fatamorgana yang menipu, dan mereka akan terperangah bahwa Al-Islamlah yang selalu diatas segala-galanya.
Apa yang kita saksikan sekarang, islam termarjinalkan karena memang hanya sedikit orang yang mau komitmen dengan agamanya, jujur saja banyak di antara kita melaksanakan perintah tapi tidak paham hakikat perintah dan lebih banyak lagi yang tidak paham dan tidak melaksanakannya, maka bagaimana kita bisa mengharapkan kejayaan??. Sehingga apa yang telah ditegaskan surah Al-A’raf dan hadits di atas adalah sebuah keniscayaan, tidak ada jalan bagi kejayaan, kesuksesan dan kebahagian kecuali dengan belajar memahami syariat Allah dan melaksanakannya dengan segenap kemampuan dan keyakinan. Memahami agama adalah hak dan juga kewajiban setiap orang yang mengaku muslim, maka jadikan predikat itu layak untuk kita sandang dengan ilmu, dan amal.
Melaksanakan perintah saja belum menjamin seorang akan sukses dalam mengarungi kehidupan ini, tapi lebih dibutuhkan mampu memahami perintah dan melaksanakannya, karenanya poin pertama yang disebutkan hadits ini dan dijelaskan Ibnu hajar adalah keutamaan orang yang tekun memahami agama. Orang yang tidak tergerak untuk memahami dan mendalami agama dikategorikan sebagai orang yang tidak menginginkan kebaikan, bagaimana mungkin sebuah perintah mampu dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan apa yang diinginkan Rabbnya, jika perintah itu tidak mampu dipahami. Paling tidak orang yang memahami perintah akan semakin terdorong untuk melaksanakannya dan tahu bagaimana seharusnya dilaksanakan. Karenanya kata yang dipilih dari hadits ini adalah Tafaquh yang bisa diartikan proses yang diusahakan dan ditimbulkan oleh manusia melalui kekuasaan Allah untuk memahami perintahNya dan laranganNya, baik melalui belajar maupun ilham yang dihujamkan Allah kedalam dadanya.
Poin terakhir yang ditekankan dalam hadits ini bahwa ilmu dan pengamalan terhadap Al-Islam merupakan benteng yang paling kokoh untuk menolak setiap rongrongan dunia, dorongan nafsu syahwat dan slogan-slogan kebebasan yang justru mengusung manusia untuk jatuh ke dalam bahaya terbesar. Siapa saja yang menentang dan menyelisihi orang-orang memahami al-Islam dan melaksanakannya, mereka akan jatuh terjerembab di hadapan hujah-hujah ilahiyah, sedikit demi sedikit para penentang ini sadar bahwa apa yang mereka dengang dengungkan itu ternyata hanya fatamorgana yang menipu, dan mereka akan terperangah bahwa Al-Islamlah yang selalu diatas segala-galanya.
Apa yang kita saksikan sekarang, islam termarjinalkan karena memang hanya sedikit orang yang mau komitmen dengan agamanya, jujur saja banyak di antara kita melaksanakan perintah tapi tidak paham hakikat perintah dan lebih banyak lagi yang tidak paham dan tidak melaksanakannya, maka bagaimana kita bisa mengharapkan kejayaan??. Sehingga apa yang telah ditegaskan surah Al-A’raf dan hadits di atas adalah sebuah keniscayaan, tidak ada jalan bagi kejayaan, kesuksesan dan kebahagian kecuali dengan belajar memahami syariat Allah dan melaksanakannya dengan segenap kemampuan dan keyakinan. Memahami agama adalah hak dan juga kewajiban setiap orang yang mengaku muslim, maka jadikan predikat itu layak untuk kita sandang dengan ilmu, dan amal.
Wallahu ‘Alam
0 komentar:
Posting Komentar