Bayangkan
gerak kesabaran itu sebagaimana sebuah pensil. Sebuah pensil akan sangat
berguna dan siap untuk digunakan ketika ujungnya senantiasa runcing.
Begitu
pula kesabaran dalam diri kita, akan selalu
siap menghadapi ujian dan akan selalu siap untuk
bergerak kembali memikul tanggung jawab ketika senantiasa diasah.
Bisa jadi ketika digunakan, pensil itu akan tumpul
atau mungkin patah karena terlalu keras. Tapi dia tidak akan cepat
patah
ketika digunakan perlahan, tidak cepat rusak jika digunakan dengan
hati-hati.
Begitu pula dengan kesabaran dalam diri kita. Kata "sabar" tidak berdiri sendiri sehingga mudah diungkapkan. Di dalamnya ada unsur perencanaan seperti arang yang sudah diformat sesuai panjang pensil, ada unsur kehati- hatian agar tidak lekas tumpul atau patah atau bahkan meruncingkan kembali. Karena kalau dalam meruncingkan tergesa-gesa, pada akhirnya bukan pensil yaig tajam yang didapat melainkan ketajaman dan cepat patah kembali. Ibarat manusia, bagi yang tergesa-gesa menuai hasilnya dia tidak akan mendapatkan buah yang optimal dari kesabar an tersebut.
Pensil akan menjadi pendek seiring berjalannya waktu, tapi bukankah dia siap untuk diruncingkan kembali, bahkan di dalam dirinya ada cikal bakal arang yang bila diruncingkan bisa digunakan untuk menulis kembali.
Begitu pula diri kita, adakalanya kesabaran mengendur, kondisi hati dan iman naik turun. Semuanya adalah manusiawi, tinggal seberapa besar kemauan kita untuk menemukan sesuatu yang membuat semuanya kembali siap seperti sediakalanya.
Pensil berhenti digunakan ketika sang penulis memutuskan untuk berhenti menggunakan, sama halnya dengan kesabaran yang pupus setelah hati akan mengatakan lelah untuk bersabar.
Ada baiknya kita meyakini kesabaran tidak pernah ada batasnya. Meyakini batas kesabaran hanya akan memupuskan semangat kita untuk bersabar. Seperti sekat-sekat yang dibuat tapi tidak ada aturan yang menyuruh sekat itu untuk dibuat.
Jangan pernah berhenti untuk bersabar, bukankah pensil masih terus digunakan meskipun banyak media yang lebih canggih untuk menggantikan tugasnya. Selama dia dirawat maka dia selalu siap digunakan, selama kesabaran itu ada dan dirawat maka dia akan selalu siap menemani diri kita untuk menempuh segala tantangan dan ujian kehidupan.
Begitu pula dengan kesabaran dalam diri kita. Kata "sabar" tidak berdiri sendiri sehingga mudah diungkapkan. Di dalamnya ada unsur perencanaan seperti arang yang sudah diformat sesuai panjang pensil, ada unsur kehati- hatian agar tidak lekas tumpul atau patah atau bahkan meruncingkan kembali. Karena kalau dalam meruncingkan tergesa-gesa, pada akhirnya bukan pensil yaig tajam yang didapat melainkan ketajaman dan cepat patah kembali. Ibarat manusia, bagi yang tergesa-gesa menuai hasilnya dia tidak akan mendapatkan buah yang optimal dari kesabar an tersebut.
Pensil akan menjadi pendek seiring berjalannya waktu, tapi bukankah dia siap untuk diruncingkan kembali, bahkan di dalam dirinya ada cikal bakal arang yang bila diruncingkan bisa digunakan untuk menulis kembali.
Begitu pula diri kita, adakalanya kesabaran mengendur, kondisi hati dan iman naik turun. Semuanya adalah manusiawi, tinggal seberapa besar kemauan kita untuk menemukan sesuatu yang membuat semuanya kembali siap seperti sediakalanya.
Pensil berhenti digunakan ketika sang penulis memutuskan untuk berhenti menggunakan, sama halnya dengan kesabaran yang pupus setelah hati akan mengatakan lelah untuk bersabar.
Ada baiknya kita meyakini kesabaran tidak pernah ada batasnya. Meyakini batas kesabaran hanya akan memupuskan semangat kita untuk bersabar. Seperti sekat-sekat yang dibuat tapi tidak ada aturan yang menyuruh sekat itu untuk dibuat.
Jangan pernah berhenti untuk bersabar, bukankah pensil masih terus digunakan meskipun banyak media yang lebih canggih untuk menggantikan tugasnya. Selama dia dirawat maka dia selalu siap digunakan, selama kesabaran itu ada dan dirawat maka dia akan selalu siap menemani diri kita untuk menempuh segala tantangan dan ujian kehidupan.
0 komentar:
Posting Komentar