Alam semesta ini tampak mempesona secara lahiriyahnya, sedangkan
bathin (dibaliknya) adalah pelajaran mulia. Nafsu hanya memandang pesona
lahiriyahnya sedangkan hati memandang pada batin pelajaran mulia yang
tersembunyi.
Syeikh Zarruq dalam syarah Hikam mengatakan,
siapa yang memandang lahiriyahnya akan terpenjarakan, dan siapa yang
memandang batinnya semesta akan mendapatkan petunjuk. Jika orang
tenggelam pada alam semesta ia akan terlempar dari-Nya, dan jika merasa
tenteram dengan dunia itu ia akan menentang-Nya. Apabila ia berpaling
hati dari alam semesta maka ia akan dibukakan petunjuk di dalamnya.
Orang yang cerdas akan lebih senang jika menghindari dunia dibanding
menerima dunia, dan sangat hati-hati menerima dunia dibanding
menghindarinya.
Mereka, para Ulama Salaf - semoga Allah meridloi
mereka -- manakala dunia menghadap mereka, mereka mengatakan, "Duh,
semua dosa telah dicepatkan siksanya." Sebaliknya jika kefakiran
menghadap mereka, maka mereka katakana, "Selamat datang syi'ar kaum
sholihin…"
Begitu pula Rasulullah SAW. yang telah maksum dari
segala kesalahan dan kealpaan ketika dihadapkan pada tawaran kunci
seluruh kekayaan di bumi, malah beliau menolaknya. Melainkan beliau
memilih lapar sehari, makan sehari. Ketika putri tercintanya, Fathimah
ra, memohon agar diberi seorang pembantu untuk menggiling gandum, karena
sangat menderita dengan pekerjaan itu, malah beliau menunjukkan agar
mengingat kepada Tuhannya ketika menjelang tidurnya, sembari bersabda
beliau: "Maukah kamu saya beri petunjuk yang lebih baik dibanding
seorang pembantu bagimu? Yaitu ketika kalian berdua ingin masuk ke
tempat tidur, bertasbihlah tiga puluh tiga kali, bertakbirlah tiga puluh
tiga kali, dan bertahmidlah tiga puluh empat kali, dan itu lebih baik
dibanding seorang pembantu…."
Semua itu demi upaya agar berlari
dari hingar bingar duniawi, dan kembali kepada apa yang tersembunyi
dibalik dunia ini. Bukankah dunia ini tak lebih dari kefanaan,
kehancuran, tempat yang serba kurang dan tempat berjalan belaka? Namun
seorang hamba diuji dirinya dengan kehidupan menempuh dunia ini, sekadar
untuk memenuhi bekal kebutuhannya saja. Selebihnya, dunia hanyalah
mimpi buruk belaka.
Oleh sebab itu jika seseorang menuruti
nafsunya, dunia pasti tampak mempesona. Sementara kalau menuruti
hatinya, dunia hanyalah pelajaran berharga, karena yang tampak dihati
adalah yang tersembunyi di balik semesta.
Sebagian Sufi
mengatakan, "Aku tinggalkan dunia ini karena begitu cepat sirnanya
dunia, sedikit sekali kekayaannya, banyak sekali penderitaannya dan
sangat hina sekali kawan-kawannya."
Sebagian Ulama mengatakan, "Setiap aku memandang bentangan dunia berupa riasan indah, melainkan selalu dibukakan apa yang tersembunyi di dalamnya, berupa kesirnaan di dalamnya."
Sebagian Ulama mengatakan, "Setiap aku memandang bentangan dunia berupa riasan indah, melainkan selalu dibukakan apa yang tersembunyi di dalamnya, berupa kesirnaan di dalamnya."
Syeikh Abu Tholib al-Makky menegaskan, "Ini semua
merupakan pertolongan Allah Ta'ala kepada orang yang dilimpahiNya dari
para wali-wali-Nya yang sangat dekat kepada-Nya. Siapa yang menyaksikan
dunia pada awal sifatnya tidak akan meraih pelajaran di akhirnya. Siapa
yang mengenal dunia dengan batin hakikatnya tidak akan terpengaruh oleh
sifat lahiriyahnya. Siapa yang dibukanan dampak dunia tidak akan
dipermainkan oleh hingar bingarnya.
Nabi Isa as, bersabda, "Celaka wahai Ulama buruk, kalian seperti binatang set, fisiknya menjijikkan dan dalamnya berupa nanah."
Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya SAW agar tidak memandang dunia: "Janganlah
kamu menjulurkan pandangan matamu pada apa yang kami hiaskan pada dunia
berupa pasangan-pasangan dari hangar binger dunia dimana Kami akan
menguji mereka di dalamnya." (Thaha 131).
Ayat tersebut menunjukkan bahwa dunia adalah ujian (fitnah), dan memandangnya sangat tercela, walau pun kategorinya tidak haram.
0 komentar:
Posting Komentar