Oleh : Ustadz Ibnu Mas'ud
Selamanya,
fatwa para masyâyikh Salafi Wahhâbi selalu membawa keberkahan bagi para
menyandang syahwat yang ingin mendapatkan jalan keluar yang islami.
Kali ini tentang menyusunya kaum pria dewasa -(yang boleh jadi sudah
berjenggot menjulur seperti para masyâikh Salafi dan kaum muthowwe’ yang
kerjanya “ngobrak”kaum muslimin agar bergegas shalat berjama’ah di masjid)- kepada wanita ajnabiyah (bukan muhrim) yang dimaukan untuk menjadi muhrim melalui persusuan/radhâ’ah.
Fatwa porno itu didasarkan kepada sebuah dongeng yang dinisbatkan
kepada seorang istri Nabi saw. Seperti diriwayatkan Imam Malik dan
lainnya.
Dalam Al-Muwatho’ hal. 297 Bab Tentang Menyusunya Pria Dewasa disebutkan sbb:
فَجَاءَتْ سَهْلَةُ بِنْتُ سُهَيْلٍ وَهِيَ امْرَأَةُ أَبِي حُذَيْفَةَ
وَهِيَ مِنْ بَنِي عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ كُنَّا نَرَى
سَالِمًا وَلَدًا وَكَانَ يَدْخُلُ عَلَيَّ وَأَنَا فُضُلٌ وَلَيْسَ لَنَا
إِلَّا بَيْتٌ وَاحِدٌ فَمَاذَا تَرَى فِي شَأْنِهِ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْضِعِيهِ خَمْسَ رَضَعَاتٍ
فَيَحْرُمُ بِلَبَنِهَا وَكَانَتْ تَرَاهُ ابْنًا مِنْ الرَّضَاعَةِ
فَأَخَذَتْ بِذَلِكَ عَائِشَةُ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ فِيمَنْ كَانَتْ
تُحِبُّ أَنْ يَدْخُلَ عَلَيْهَا مِنْ الرِّجَالِ فَكَانَتْ تَأْمُرُ
أُخْتَهَا أُمَّ كُلْثُومٍ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ وَبَنَاتِ
أَخِيهَا أَنْ يُرْضِعْنَ مَنْ أَحَبَّتْ أَنْ يَدْخُلَ عَلَيْهَا مِنْ
الرِّجَالِ وَأَبَى سَائِرُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنْ يَدْخُلَ عَلَيْهِنَّ بِتِلْكَ الرَّضَاعَةِ أَحَدٌ مِنْ
النَّاسِ وَقُلْنَ لَا وَاللَّهِ مَا نَرَى الَّذِي أَمَرَ بِهِ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَهْلَةَ بِنْتَ سُهَيْلٍ
إِلَّا رُخْصَةً مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي رَضَاعَةِ سَالِمٍ وَحْدَهُ لَا وَاللَّهِ لَا يَدْخُلُ عَلَيْنَا
بِهَذِهِ الرَّضَاعَةِ أَحَدٌ فَعَلَى هَذَا كَانَ أَزْوَاجُ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَضَاعَةِ الْكَبِيرِ
Sahlah binti Suhail, isteri Abu Hudzaifah dari Bani 'Amir bin Lu`ai
menemui Rasulullah Shalla Allahu 'alaihi wa sallam dan berkata; "Wahai
Rasulullah, kami dulu melihat Salim sebagai anak yang masih kecil, dia
sering memasuki kediamanku, sedang saya memakai pakaian sehari-hari dan
kami tidak mempunyai rumah kecuali hanya satu. Menurutmu bagaimana kami
harus menyiasatinya?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Susuilah dia sebanyak lima kali susuan, sehingga dengan itu
dia menjadi anak dari jalan persusuan."
Aisyah Ummul Mukminin
lalu melakukannya terhadap orang-orang yang ia ingin bertemu dengannya.
Maka ia menyuruh saudara wanitanya, Ummu Kultsum binti Abu Bakar Ash
Shiddiq dan anak-anak perempuan dari saudaranya untuk menyusui orang
yang dia sukai untuk bertemu dia.
Namun seluruh isteri Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menolak menjadikan penyusuan sebagai sarana
agar seseorang boleh bertemu dengan salah satu di antara mereka. Mereka
lalu berkata; "Tidak, demi Allah, menurut pendapat kami perintah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada Sahlah binti Suhail tidak
diberikan kepadanya kecuali sebagai keringanan dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, dan itu khusus baginya. Tidak, demi Allah,
seseorang tidak boleh bertemu dengan kami hanya lantaran penyusuan
semacam ini." Begitulah pandangan isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam mengenai penyusuan anak dewasa atau yang beranjak besar."
Beberapa saat yang lalu, DR. Izzat 'Athiyah yang menjabat sebagai
Ketua Jurusan Hadits, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al Azhar, Kairo,
Mesir berfatwa membolehkan seorang pegawai perempuan yang berkerja
berduaan dengan seorang laki-laki dalam satu ruangan yang tertutup dan
pintunya tidak bisa dibuka kecuali melalui salah satu dari keduanya,
untuk menyusui teman laki-laki tersebut, dengan tujuan agar nantinya
dibolehkan kholwat berduaan, dan perempuan tersebut boleh membuka jilbab
dan menampakkan rambutnya di depan laki-laki yang disusuinya tersebut.
Dan ketika sudah menyusui temannya tersebut, diharapkan mereka berdua
segera meminta surat resmi dari pihak yang berwenang agar tidak
menimbulkan fitnah dikemudian hari. Fatwa tersebut mengakibatkan
keresahan di kalangan masyarakat Islam Mesir, maka pihak Universitas
memecat yang bersangkutan dari jabatannya.
Bagaimana sebenarnya
konsep menyusui dalam Islam, dan apa hukum seorang perempuan menyusui
laki-laki dewasa yang bukan muhrimnya, dan konsekwensi apa yang
diakibatkan dari susuan tersebut. Insya Allah dibahas dalam makalah di
bawah ini.
Menyusui Anak Berumur di Bawah Dua Tahun.
Para ulama sepakat bahwa anak kecil yang berumur dua tahun ke bawah,
jika menyusu kepada seorang perempuan, maka susuan tersebut
menjadikannya sebagai anak susuan dari perempuan tersebut. Karena air
susu pada umur tersebut akan menjadi daging dan tulangnya.
Adapun perempuan yang menyusui laki-laki dewasa yang bukan mahramnya
apakah keduanya akan menjadi mahram dengan susuan tersebut? Para ulama
dalam masalah ini berbeda pendapat:
Pendapat Pertama: Bahwa
menyusui waktu besar tidak bisa menjadikan mahram. Ini adalah pendapat
istri-istri Rasullahshallallahu 'alaihi wasallam, dan mayoritas ulama
dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan pendapat dari madzhab
Malikiyah, Syafi’yah serta Hanabilah. (Az Zaila’i, Tabyinu Al Haqaiq :
2/182 , Al Kasynawi, Ashalu al Madarik : 2/ 213, As Syafi’I, Al Umm : 5/
48 , Al Bahuti, Ar Raudh Al Murabbi, hlm : 515)
Mereka berdalil dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan." (QS. Al-Baqarah: 223)
Ayat di atas menunjukkan bahwa batasan maksimal menyusui adalah dua
tahun, sehingga susuan yang terjadi setelah dua tahun tidak bisa
menyebabkan terjadinya mahram.
Begitu hadits Aisyah radliyallahu 'anha, bahwasanya ia berkata:
دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي
رَجُلٌ قَالَ يَا عَائِشَةُ مَنْ هَذَا قُلْتُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ
قَالَ يَا عَائِشَةُ انْظُرْنَ مَنْ إِخْوَانُكُنَّ فَإِنَّمَا
الرَّضَاعَةُ مِنْ الْمَجَاعَةِ
"Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menemuiku dan saat itu disampingku ada seorang pemuda. Beliau
bertanya: "Wahai Aisyah, siapakah orang ini?" Aku menjawab: "Ia saudara
sesusuanku". Beliau bersabda: "Wahai Aisyah teliti lagi, siapa
sebenarnya yang menjadi saudara-saudara kalian yang sebenarnya, karena
sesusuan itu terjadi karena kelaparan." (HR. Bukhari no: 2453)
Hadist di atas menunjukkan bahwa susuan yang menyebabkan seseorang
menjadi mahram adalah susuan dikarenakan lapar (maja’ah) yaitu pada
waktu kecil. (Ibnu al Atsir (544 H-606 H), Al Nihayah fi Gharib al
Hadist wa al Atsar, Mekkah, Dar Al Baaz: 1/316) Oleh karenanya,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak senang melihat Aisyah
bersama laki-laki yang barangkali bukan satu susuan waktu kecil. (Ibnu
Qayyim, Zaad al Ma’ad: 5/516)
Dikuatkan juga dengan hadist Ummu Salamah radliyallahu 'anha, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda:
لَا يُحَرِّمُ مِنْ الرِّضَاعَةِ إِلَّا مَا فَتَقَ الْأَمْعَاءَ فِي الثَّدْيِ وَكَانَ قَبْلَ الْفِطَامِ
"Persusuan tidak bisa menjadikan mahram, kecuali (susuan) yang
mengenyangkan dan terjadi sebelum disapih." (HR. Tirmidzi), dan beliau
berkata, "Ini merupakan hadits hasan sahih dan diamalkan para ulama dari
kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan yang lainnya;
bahwa persusuan tidak menjadikan mahram kecuali pada bayi di bawah dua
tahun.")
Hadist di atas menunjukkan bahwa susuan tidaklah
menjadikan seseorang menjadi mahram bagi yang menyusuinya kecuali jika
susu tersebut bisa membuka usus anak yang masih kecil, sehingga bisa
menumbuhkan daging dan membesarkan tulang. Dan ini terjadi ketika anak
masih kecil, yaitu ketika belum disapih.
Lafadh “Ats Tsadyi“
(puting payu dara) tidak dimaksudkan bahwa menyusui tersebut harus
dengan cara manual sebagaimana lazimnya seorang bayi menyusu dengan
menghisap puting payudara ibunya, tetapi maksudnya adalah umur ketika
anak sedang menyusui. Sebagaimana orang Arab sering mengatakan: fulan
meninggal di puting payudara, artinya meninggal waktu kecil, pada umur
menyusu. Dari situ, bisa dikatakan bahwa jika seorang bayi minum susu
seorang perempuan dari botol, maka bayi tersebut telah menjadi anak
susuannya secara sah. (Ibnu al- Arabi, Aridhatu al Ahwadzi : 5/ 97, Al
Mubarkufuri, Tuhfatu al Ahwadzi, Beirut, Daar al Kutub al Ilmiyah, 1990,
cet ke – 1, Juz : 4/ 263)
Pendapat Kedua: Bahwa menyusui
waktu besar menyebabkan terjadinya mahram. Ini adalah pendapat Aisyah
radliyallahu 'anha, dan madzhab Ad Dhahiriyah (Ibnu Hazm, al Muhalla :
10/ 17-20)
Mereka berdalil dengan hadist Aisyah radliyallah 'anhabahwasanya ia berkata:
جَاءَتْ سَهْلَةُ بِنْتُ سُهَيْلٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَرَى فِي وَجْهِ
أَبِي حُذَيْفَةَ مِنْ دُخُولِ سَالِمٍ وَهُوَ حَلِيفُهُ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْضِعِيهِ قَالَتْ
وَكَيْفَ أُرْضِعُهُ وَهُوَ رَجُلٌ كَبِيرٌ فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّهُ رَجُلٌ
كَبِيرٌ
"Sahlah binti Suhail datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dia berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya melihat di wajah Abu Hudzaifah (ada sesuatu) karena keluar masuknya Salim ke rumah, padahal dia adalah pelayannya." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Susuilah dia." Dia (Sahlah) berkata; "Bagaimana mungkin saya menyusuinya, padahal dia telah dewasa?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersenyum sambil bersabda: "Sungguh saya telah mengetahuinya kalau dia telah dewasa.” (HR. Muslim , no : 2636)
Di dalam riwayat lain disebutkan:
قَالَ أَرْضِعِيهِ تَحْرُمِي عَلَيْهِ
"Susuilah dia, maka dia akan menjadi mahrammu." (HR. Muslim, no. 2638)
Hadist di atas menunjukkan secara jelas bahwa susuan walaupun waktu
dewasa bisa menjadikan seseorang mahram dengan yang menyusuinya.
Pendapat Ketiga: Menyatakan bahwa yang menyebabkan mahram adalah
menyusui di waktu kecil, adapun menyusui di waktu besar hanya
menyebabkan dibolehkannya berkhalwat. Ini adalah pendapat Ibnu
Taimiyah, Ibnu Qayim, Shan’ani, dan Syaukani. (Ibnu Taimiyah, Majmu’ al
Fatawa :34/ 60, As Syaukani, Nail al Authar, Riyadh, Dar al Nafais, Juz
: 6/ 353, As Shon’ani, Subulu as Salam,Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah,
1988, Cet ke -1, Juz 3/ 407).
Mereka berdalil bahwa Abu
Hudzifah dan Sahlah binti Suhail sudah menganggap Salim adalah anaknya
sendiri, ketika Allah mengharamkan adopsi anak, maka Salim secara
otomatis berubah menjadi orang asing dan tidak boleh masuk lagi ke rumah
Abu Khudaifah dan Sahlah, keduanya merasa keberatan dan melapor kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau menyuruhnya untuk
menyusui Salim supaya bisa masuk ke dalam rumah mereka kembali
sebagaimana anaknya sendiri. Dan ini berlaku bagi Salim dan orang-orang
sepertinya. Benarkah demikian? Wallohu a’lam bish Showab