English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ Belajar Dan Berbagi Ilmu Serta Nasehat Untuk Mempererat Ukhuwah Islamiyah
free counters

Rabu, 14 Maret 2012

KRITIK ATAS FATWA SYAIKH UTSAIMIN YANG MELARANG MAULID NABI

Oleh :  KH. Muhammad Idrus Ramli

Setiap bulan Rabiul Awal tiba, mayoritas umat Islam di seluruh dunia merayakan hari kelahiran Nabi SAW, manusia paling agung di dunia. Kelahiran Nabi SAW merupakan hari bersejarah bagi umat Islam, sehingga berdasarkan kecintaan kepada beliau, umat Islam merayakannya dengan gegap gempita, dengan cara membacakan kisah kelahiran dan perjuangan beliau, disertai dengan suguhan sedekah kepada sesama Muslim.



Perayaan maulid Nabi SAW, meskipun berkembang di dunia Islam sejak abad kelima Hijriah, akan tetapi para ulama ahli hadits dari berbagai madzhab, seperti al-Hafizh Ibnu Dihyah al-Kalbi, al-Hafizh Ibnu al-Jauzi, al-Hafizh Ibnu Taimiyah al-Harrani, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Hafizh al-Sakhawi, al-Hafizh al-Suyuthi dan lain-lain, memfatwakan positif terhadap perayaan maulid Nabi SAW.

Hanya saja belakangan, muncul aliran Wahabi, yang lahir di Najd pada akhir abad kedua belas Hijriah, dan mulai memfatwakan larangan perayaan maulid Nabi saw. Salah satu fatwa Wahabi yang beredar di dunia maya adalah fatwa ulama Wahabi kontemporer, yaitu Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin. Catatan ini akan memberikan komentar dan kritik terhadap fatwa nyeleneh al-‘Utsaimin yang dengan lantang mengharamkan perayaan maulid Nabi SAW, akan tetapi dengan pura-pura tidak tahu, al-‘Utsaimin tidak mengomentar terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh para ulama ahli hadits masa silam tentang kebolehan maulid Nabi SAW. Sehingga seakan-akan fatwa-fatwa para ulama ahli hadits tidak memiliki dalil sama sekali. Dan hal ini memposisikan fatwa Syaikh al-‘Utsaimin kurang memiliki bobot ilmiah.



ALASAN PERTAMA:

Di antara alasan al-‘Utsaimin melarang Maulid Nabi SAW adalah pernyataannya sebagai berikut ini:

“1. Malam kelahiran Rasulullah SAW tidak diketahui secara qath’i (pasti), bahkan   sebagian ulama kontemporer menguatkan pendapat yang mengatakan bahwasannya ia terjadi pada malam ke 9 (sembilan) Rabi’ul Awwal dan bukan malam ke 12 (dua belas). Jika demikian maka peringatan maulid Nabi Muhammad r yang biasa diperingati pada malam ke 12 (dua belas) Rabi’ul Awwal tidak ada dasarnya, bila dilihat dari sisi sejarahnya.”



TANGGAPAN KAMI:

Alasan bahwa malam kelahiran Rasulullah SAW tidak diketahui secara qath’i (pasti), tidak bisa dijadikan argumentasi untuk menolak kebolehan perayaan Maulid Nabi SAW, karena beberapa alasan. Pertama, para ulama yang membolehkan dan bahkan menganjurkan merayakan Maulid Nabi SAW, tidak berargumentasi bahwa malam kelahiran Rasulullah SAW telah diketahui secara pasti. Kedua, dalam menetapkan suatu hukum dalam ilmu fiqih, tidak selalu didasarkan pada dalil yang qath’i (pasti). Bahkan sebagian besar ijtihad para ulama, termasuk ijtihad Syaikh ‘Utsaimin sendiri, cukup didasarkan pada dalil yang zhanni (dugaan kuat saja dan tidak pasti). Adanya perselisihan dalam penetapan malam kelahiran Nabi SAW antara malam 9 atau 12, itu tidak menjadi persoalan dalam menentukan hukum Maulid Nabi SAW.


ALASAN KEDUA:

Syaikh al-‘Utsaimin berkata:

“2. Di lihat dari sisi syar’i, maka peringatan maulid Nabi SAW juga tidak ada dasarnya. Jika sekiranya acara peringatan maulid Nabi SAW disyari’atkan dalam agama kita, maka pastilah acara maulid ini telah di adakan oleh Nabi SAW atau sudah barang tentu telah beliau anjurkan kepada ummatnya.”



TANGGAPAN KAMI:

Alasan yang dikemukakan oleh Syaikh al-‘Utsaimin di atas sangat mengada-ada. Menurutnya, peringatan maulid Nabi SAW tidak ada dasarnya. Pernyataan ini jelas keliru. Para ulama yang memfatwakan boleh dan menganjurkan perayaan maulid Nabi SAW telah mengajukan banyak dalil dari al-Qur’an, hadits dan qiyas, akan tetapi Syaikh ‘Utsaimin tidak membaca dan tidak menanggapinya. Berikut ini akan kami paparkan beberapa dasar para ulama yang ahli maulid Nabi SAW.

Allah SWT berfirman :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107)

  

“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS. al-Anbiya’ : 107)


Dan Rasulullah SAW telah bersabda:

إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْدَاةٌ. صححه الحاكم (1/91) ووافقه الحافظ الذهبي.

“Aku hanyalah rahmat yang dihadiahkan”. (Hadits sahih menurut al-Hakim (1/91) dan al-Hafizh al-Dzahabi.


Dengan demikian Rasulullah SAW adalah al-rahmat al-‘uzhma (rahmat yang paling agung) bagi umat manusia. Sedangkan Allah SWT telah merestui kita untuk merayakan lahirnya rahmat itu. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ (58)

 “Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (QS. Yunus : 58).


Ibn Abbas menafsirkan ayat ini dengan, “Dengan karunia Allah (yaitu ilmu) dan rahmat-Nya (yaitu Muhammad j), hendaklah dengan itu mereka bergembira”.(Al-Hafizh al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, 2/308).


Allah SWT juga berfirman:

وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (120)

 “Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu.” (QS. Hud : 120).


Ayat ini menegaskan bahwa penyajian kisah-kisah para rasul dalam al-Qur’an adalah untuk meneguhkan hati Nabi SAW. Dan tentu saja kita yang dha’ifdewasa ini lebih membutuhkan peneguhan hati dari beliau SAW, melalui penyajian sirah dan biografi beliau SAW.


Sisi lain dari perayaan maulid Nabi SAW adalah, mendorong kita untuk memperbanyak shalawat dan salam kepada beliau sesuai dengan firman Allah:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (56)



 “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab : 56).


Dan sesuai dengan kaedah yang telah ditetapkan, bahwa sarana yang dapat mengantar pada anjuran agama, juga dianjurkan sebagaimana diakui oleh al-‘Utsaimin dalam al-Ibda’ (hal. 18). Sehingga perayaan maulid menjadi dianjurkan.


Allah SWT juga berfirman:

قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا لِأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِنْكَ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (114)  

“Isa putera Maryam berdoa: “Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezkilah kami, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama”. (QS. al-Ma’idah: 114).


Dalam ayat ini, ditegaskan bahwa turunnya hidangan dianggap sebagai hari raya bagi orang-orang yang bersama Nabi Isa AS dan orang-orang yang datang sesudah beliau di bumi agar mengekspresikan kegembiraan dengannya. Tentu saja lahirnya Rasulullah SAW sebagai al-rahmat al-‘uzhmalebih layak kita rayakan dengan penuh suka cita dari pada hidangan itu. 

Ibn Taimiyah mengatakan:

فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَاتِّخَاذُهُ مَوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ، وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَمَا قَدَّمْتُهُ لَكَ، ا.هـ (ابن تيمية الحراني، اقتضاء الصراط المستقيم، ص/297).

“Mengagungkan maulid dan menjadikannya sebagai hari raya setiap musim, dilakukan oleh sebagian orang, dan ia akan memperoleh pahala yang sangat besar dengan melakukannya karena niatnya yang baik dan karena mengagungkan Rasulullah SAW sebagaimana telah aku sampaikan.” (Ibn Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, hal. 297).


ALASAN KETIGA:

“Dan jika sekiranya telah beliau laksanakan atau telah beliau anjurkan kepada ummatnya, niscaya ajarannya tetap terpelihara hingga hari ini, karena Allah ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Q.S; Al Hijr : 9 .

Dikarenakan acara peringatan maulid Nabi SAW tidak terbukti ajarannya hingga sekarang ini, maka jelaslah bahwa ia bukan termasuk dari ajaran agama.”


TANGGAPAN KAMI:

Pernyataan Syaikh Utsaimin di atas kurang ilmiah. Menurutnya, Nabi SAW tidak pernah memperingati hari kelahirannya. Ini jelas keliru.

عن أبي قتادة الأنصاري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سئل عن صوم يوم الإثنين قال ذاك يوم ولدت فيه ويوم بعثت أو أنزل علي فيه. (رواه مسلم).



“Dari Abu Qatadah al-Anshari RA, bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Senin. Maka beliau menjawa: “Itu hari di mana aku dilahirkan, hari aku diutus atau wahyu diturunkan kepadaku.” (HR. Muslim).

Dalam hadits di atas jelas sekali, Rasulullah SAW berpuasa hari Senin dan menganjurkannya kepada umat Islam agar melakukannya, di antara alasannya karena pada hari itu beliau dilahirkan. Ini merupakan bentuk peringatan beliau terhadap hari kelahirannya yang diekspresikan dengan cara berpuasa sebagai rasa syukur atas hari bersejarah tersebut.



ALASAN KEEMPAT:

“Hal ini (perayaan maulid Nabi SAW) jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak Allah, karena kita telah membuat syari’at baru pada agama-Nya yang tidak ada perintah dari-Nya. Dan ini pun termasuk bentuk pendustaan terhadap firman Allah ta’ala :

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridha’i islam itu jadi agama bagimu”. Q.S; Al-Maidah : 3.”


TANGGAPAN KAMI:

Menurut Syaikh Utsaimin, perayaan maulid tidak boleh dilakukan, karena tidak ada ajaran syari’at yang memerintahkan melakukannya. Di sini kami katakan kepada pengagum beliau, bahwa tidak ada pula ajaran syari’at yang melarang melakukan maulid Nabi SAW. Berarti Anda, telah melarang sesuatu yang tidak dilarang dalam agama.


Sedangkan pernyataan Syaikh Utsaimin bahwa perayaan maulid Nabi SAW termasuk pendustaan terhadap firman Allah dalam QS al-Maidah, ayat 3, adalah tidak benar karena dua hal. Pertama, yang dimaksud sempurna dalam ayat tersebut, adalah dalil-dalil agama yang bersifat general telah sempurna dalam al-Qur’an dan Sunnah. Bukan bermaksud, bahwa setiap sesuatu ada ketentuan nash-nya dalam al-Qur’an dan Sunnah. Kedua, para ulama yang membolehkan maulid Nabi SAW masih berdalil dengan beberapa ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW, seperti telah dikemukakan sebelumnya. Jadi kebolehan dan anjuran maulid Nabi SAW, masih berada dalam lingkup kesempurnaan al-Qur’an dan Sunnah.


NASIHAT BUAT PECINTA UTSAIMIN :

Meskipun Syaikh Utsaimin berfatwa melarang perayaan maulid Nabi SAW, beliau bersama ulama Wahabi lainnya juga berfatwa bolehnya merayakan hari nasional berdirinya kerajaan Saudi Arabia. Padahal dengan logika yang digunakan oleh Syaikh Utsaimin, harusnya hari nasional kerajaan Saudi Arabi, juga bid’ah madzmumah, tercela dan tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an dan Sunnah. Hanya saja para mufti Wahabi, dalam fatwa-fatwanya terkadang memihak penguasa mereka. Belakangan, para pengikut Syaikh Utsaimin merayakan haul peringatan masa kehidupan Syaikh Utsaimin sendiri. Bahkan para pengagumnya juga mendirikan museum yang sangat megah, yang isinya berupa peninggalan-peninggalan Syaikh Utsaimin. Seandainya, ada kaum Sunni melakukan hal yang sama terhadap para ulama shufi panutan mereka, tentu kaum Wahabi akan mengeluarkan protes dengan alasan bid’ah dan lain sebagainya. Wallahu a’lam.


Sumber : http://www.sarkub.com/2012/kritik-atas-fatwa-al-utsaimin-yang-melarang-maulid/

MANGKUK CANTIK, MADU DAN SEHELAI RAMBUT

Rasulullah SAW, dengan sahabat-sahabatnya Abakar r.a., Umar r.a., Utsman r.a., dan 'Ali r.a., bertamu ke rumah Ali r.a. 


Di rumah Ali r.a. istrinya Sayidatina Fathimah r.ha. putri Rasulullah SAW menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan sehelai rambut terikut di dalam mangkuk itu.

Baginda Rasulullah SAW kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut).

Abubakar r.a. berkata, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut".

Umar r.a. berkata, "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Utsman r.a. berkata, "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Ali r.a. berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Fatimah r.ha.berkata, "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yangtak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Rasulullah SAW berkata, "seorang yang mendapat taufiq untuk ber'amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Malaikat Jibril AS berkata, "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Allah SWT berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Begitulah kalimat-kalimat indah yang diucapkan, sebagai pelajaran bagi umat.

Jumat, 09 Maret 2012

TERNYATA YANG PALING BURUK ADALAH DIRI KITA SENDIRI

Ada suatu kisah seorang santri yg menuntut ilmu pada seorang Kyai. Bertahun-tahun telah ia lewati hingga sampai pada suatu ujian terakhir. Ia menghadap Kyai untuk ujian tersebut. "Hai Fulan, kau telah menempuh semua tahapan belajar dan tinggal satu ujian, kalau kamu bisa menjawab berarti kamu lulus ", kata Kyai. "Baik pak Kyai, apa pertanyaannya ?" "Kamu cari orang atau mahkluk yang lebih jelek dari kamu, kamu aku beri waktu tiga hari ". Akhirnya santri tersebut meninggalkan pondok untuk melaksanakan tugas dan mencari jawaban atas pertanyaan Kyai-nya. 

Hari pertama, sang santri bertemu dengan si Polan pemabuk berat yg dapat di katakan hampir tiap hari mabuk-mabukan. Santri berkata dalam hati, " Inilah orang yang lebih jelek dari saya. Aku telah beribadah puluhan tahun sedang dia mabuk-mabukan terus ". Tetapi sesampai ia di rumah, timbul pikirannya. "Belum tentu, sekarang Polan mabuk-mabukan siapa tahu pada akhir hayatnya Alloh memberi Hidayah (petunjuk) dan dia Khusnul Khotimah dan aku sekarang baik banyak ibadah tetapi pada akhir hayat di kehendaki Suul Khotimah,bagaimana ? Dia belum tentu lebih jelek dari saya. 

Hari kedua, santri jalan keluar rumah dan ketemu dengan seekor anjing yg menjijikan rupanya, sudah bulunya kusut, kudisan dsb. Santri bergumam, " Ketemu sekarang yg lebih jelek dari aku. Anjing ini sudah haram dimakan, kudisan, jelek lagi " . Santri gembira karena telah dapat jawaban atas pertanyaan   gurunya. Waktu akan tidur sehabis 'Isya, dia merenung, "Anjing itu kalau mati, habis perkara dia. Dia tidak dimintai tanggung jawab atas perbuatannya oleh Alloh, sedangkan aku akan dimintai pertanggung jawaban yg sangat berat yg kalau aku berbuat banyak dosa akan masuk neraka aku. "Aku tidak lebih baik dari anjing itu. 

Hari ketiga akhirnya santri menghadap Kyai. Kyai bertanya, "Sudah dapat jawabannya muridku ?" "Sudah guru", santri menjawab. " Ternyata orang yang paling jelek adalah saya guru". Sang Kyai tersenyum, "Kamu aku nyatakan lulus". 

Pelajaran yg dapat kita petik adalah : Selama kita masih sama-sama hidup kita tidak boleh sombong/merasa lebih baik dari orang / mahkluk lain. Yang berhak sombong adalah Alloh SWT. Karena kita tidak tahu bagaimana akhir  hidup kita nanti. Dengan demikian maka kita akan belajar berprasangka baik kepada orang / mahkluk lain yg sama-sama ciptaan Alloh.

Selasa, 06 Maret 2012

JANGAN BERPUTUS ASA DALAM BERDOA

“Janganlah membuatmu putus asa dalam mengulang doa-doa, ketika Allah menunda ijabah doa itu“

Ibnu Athaillah as-Sakandari mengingatkan kepada kita semua agar kita tidak berputus asa dalam berdoa.Mengapa demikian? Karena nafsu manusia seringkali muncul ketika Allah menunda ijabah atau pengabulan doa-doa kita. Dalam kondisi demikian manusia seringkali berputus asa, dan merasa bahwa doanya tidak dikabulkan. Sikap putus asa itu disebabkan karena manusia merasa bahwa apa yang dijalankan melalui doanya itu, akan benar-benar memunculkan pengabulan dan Allah.Tanpa disadari bahwa ijabah itu adalah Hak Allah bukan hak hamba. Dalam situasi keputusasaan itulah hamba Allah cenderung mengabaikan munajatnya sehingga ia kehilangan hudlur (hadir) bersama Allah.

Dalam ulasannya terhadap wacana di atas, Syekh Zaruq menegaskan, bahwa tipikal manusia dalam konteks berdoa ini ada tiga hal :

Pertama 
Seseorang menuju kepada Tuhannya dengan kepasrahan total, sehingga ia meraih ridha-Nya. Hamba ini senantiasa bergantung dengan-Nya, baik doa itu dikabulkan seketika maupun ditunda. la tidak peduli apakah doa itu akan dikabulkan dalam waktu yang panjang atau lainnya.

Kedua 
Seseorang tegak di depan pintu-Nya dengan harapan penuh pada janji-Nya dan memandang aturan-Nya. Hamba ini masih kembali pada dirinya sendiri dengan pandangan yang teledor dan syarat-syarat yang tidak terpenuhi, sehingga mengarah pada keputusasaan dalam satu waktu, namun kadang-kadang penuh harapan optimis. Walaupun hasratnya sangat ringan, toh syariatnya menjadi besar dalam hatinya.

Ketiga 
Seseorang yang berdiri tegak di pintu Allah namun disertai dengan sejumlah cacat jiwa dan kealpaan, dengan hanya menginginkan keinginannya belaka tanpa mengikuti aturan dan hikmah. Orang ini sangat dekat dengan keputusasaan, kadang-kadang terjebak dalam keragu-raguan, kadang-kadang terlempar dijurang kebimbangan. Semoga Allah mengampuninya.

Syekh Abu Muhammad Abdul Aziz al-Mahdawi mengatakan, “Siapa pun yang tidak menyerahkan pilihannya dengan suka rela kepada Allah Ta'ala, maka orang tersebut terkena istidraj (sanjungan yang terhinakan). Orang tersebut termasuk golongan mereka yang disebut oleh Allah: “Penuhilah kebutuhannya, karena Aku benci mendengarkan keluhannya.” Tetapijika seseorang memasrahkan pada pilihan Allah, bukan pilihan dirinya, maka otomatis doanya telah terkabul, walaupun beium terwujud bentuknya. Sebab amal itu sangat tergantung pada saat akhirnya. “

Wacana di atas dilanjutkan:

“Allahlah yang menjamin ijabah doa itu menurut pilihan-Nya padamu, bukan menurut pilihan seleramu, kelak pada waktu yang dikehendaki-Nya, bukan menurut waktu yang engkau kehen-daki.”

Seluruh doa hamba pasti dijamin pengabulannya. Sebagaimana dalam firman Allah :
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan bagimu. “

Allah menjamin pengabulan itu melalui janji-Nya. Janji itu jelas bersifat mutlak. Hanya saja dalam ayat tersebut Allah tidak menfirmankan dengan kata-kata, “menurut tuntutanmu, atau menurut waktu yang engkau kehendaki, atau menurut kehendakmu itu sendiri.”

Dalam hadits Rasutullah SAW bersabda: “Tak seorang pun pendoa, melainkan ia berada di antara salah satu dari tiga kelompok ini : Kadang ia dipercepat sesuai dengan permintaannya, atau ditunda (pengka-bulannya) demi pahalanya, atau ia dihindarkan dari keburukan yang menimpanya.” (HR. Imam Ahmad dan AI-Hakim).

Dalam hadits lain disebutkan, “Doa di antara kalian bakal di ijabahi, sepanjang kalian tidak tergesa-gesa, (sampai akhirnya) seseorang mengatakan, “Aku telah berdoa, tapi tidak diijabahi untukku. “ (HR. Bukhari-Muslim)

Dalam menafsiri suatu ayat “Telah benar-benar doa kalan berdua di ijabahi” maksudnva baru 40 tahun diijabahi doanya. Menurut Syekh Abul Hasan asy-Syadzili, perihal firman Allah: “Maka hendaknya kalian berdua istiqamah”, maksudnya adalah “tidak tergesa-gesa”. Sedangkan ayat, “Dan janganlah kalian mengikuti jalannya orang-orang yang tidak mengetahui”, maksudnya adalah orang-orang yang menginginkan agar disegerakan ijabah doanya. Bahwa ijabah doa itu diorientasikan pada pilihan Allah, baik dalam bentuk yang riil ataupun waktunya, semata karena tiga hal:

Pertama, karena kasih sayang dan pertolongan Allah pada hamba-Nya. Sebab Allah Maha Murah, Maha Asih dan Maha Mengetahui. Dzat Yang Maha Murah apabila dimohon oleh orang yang memuliakan-Nya, ia akan diberi sesuatu yang lebih utama menurut Kemahatahuan-Nya. Sementara seorang hamba itu pada dasarnya bodoh terhadap mana yang baik dan yang lebih bermashlahat. Terkadang seorang hamba itu mencintai sesuatu padahal sesuatu itu buruk baginya, dan terkadang ia membenci sesuatu padahal yang dibenci itu lebih baik baginya. Inilah yang seharusnya difahami pendoa.

Kedua, bahwa sikap tergantung pada pilihan Allah itu merupakan sikap yang bisa mengabadikan hukum-hukum ubudiyah, di samping lebih mengakolikan wilayah rububiyah. Sebab manakala suatu ijabah doa itu tergantung pada selera hamba dengan segala jaminannya, niscaya doa itu sendiri lebih mengatur Allah. Dan hal demikian suatu tindakan yang salah.

Ketiga, doa itu sendiri adalah ubudiyah. Rahasia doa adalah menunjukkan betapa seorang hamba itu serba kekurangan. Kalau saja ijabah doa itu menurut keinginan pendoanya secara mutlak, tentu bentuk serba kurang itu tidak benar. Dengan demikian pula, rahasia taklif (kewajiban ubudiyah) menjadi keliru, padahal arti dari doa adalah adanya rahasia taklij'itu sendiri. Oleh sebab itu, lbnu Athaillah as-Sakandari menyatakan pada wacana selanjutnya:

“Janganlah membuat dirimu ragu pada janji Allah atas tidak terwujudnya sesuatu yang dijanjikan Allah, walaupun waktunya benar-benar nyata.”

Maksudnya, kita tidak boleh ragu pada janji Allah. Terkadang Allah memperlihatkan kepada kita akan terjadinya sesuatu yang kita inginkan dan pada waktu yang ditentukan. Namun tiba-tiba tidak muncul buktinya. Kenyataan seperti itu jangan sampai membuat kita ragu-ragu kepada janji Allah itu sendiri. Allah mempunyai maksud tersendiri dibalik semua itu, yaitu melanggengkan rububiyah atas ubudiyah hamba-Nya. Syarat-syarat ijabah atasjanji-Nya, terkadang tidak terpenuhi oleh hamba-Nya. Karena itu Allah pun pernah menjanjikan pertolongan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW dalam perang Uhud dan Ahzab serta memenangkan kota Mekkah. Tetapi Allah menutupi syarat-syarat meraih pertolongan itu, yaitu syarat adanya sikap “merasa hina” di hadapan Allah yang bisa menjadi limpahan pertolongan itu sendiri. Sebab Allah berfirnian dalam At-Taubah: “Allah benar-benar menolongmu pada Perang Badar, ketika kamu sekalian merasa hina “.

Kenapa demikian? Sebab sikap meragukan janji Allah itu bisa mengaburkan pandangan hati kita terhadap karunia Allah sendiri. As-Sakandari meneruskan:

“Agar sikap demikian tidak mengaburkan mata hatimu dan meredupkan cahaya rahasia batinmu”.

Bahwa disebut di sana padanya pengaburan mata hati dan peredupan cahaya rahasia batin, karena sikap skeptis terhadap Allah itu, akan menghilangkan tujuan utama dan keleluasaan pandangan pengetahuan dibalik janji Allah itu.

JALAN HIDUP MANUSIA

Manusia hidup dengan jalan hidupnya masing-masing. Ada yang kuliah, ada yang kerja, bahkan ada pula yang pengangguran. Ada yang kaya, ada yang sederhana, bahkan tidak sedikit pula mereka yang miskin. Jalan hidup memang merupakan kapasitas dan kadar kemampuan dari seorang hamba yang telah Allah berikan untuknya. Orang kaya di uji dengan kekayaannya, dan orang miskin di uji dengan kemiskinannya. Dengan segala perbedaan ujian itu, dapat dipastikan bahwa kapasitas dan kadar kemampuan seorang hamba pun juga berbeda-beda. 


Banyak yang mengira bahwa menjadi kaya itu pasti menyenangkan. Tapi tak sedikit pula orang yang hartanya berlimpah justru kecemasannya berlebih dari orang yang kurang mampu. Cemas akan hartanya yang takut kehilangan, cemas akan kenikmatan duniawi yang dapat membuatnya lalai akan adanya Allah, dan cemas apabila dia mati nanti, dia akan meninggalkan hartanya yang tidak sedikit jumlahnya. Kecemasan-kecemasan seperti itulah yang akhirnya membuat banyak orang kaya menjadi stress. 


Banyak, atau mungkin hampir semua orang yang kurang mampu, berharap bisa menjadi orang kaya. Bisa kerja, kuliah, mempunyai mobil mewah, rumah mewah, memiliki banyak uang, selalu punya sepatu dan baju baru, dan segala kenikmatan-kenikmatan duniawi yang sebenarnya semua itu hanyalah teman sesaat kita di kala hidup di dunia ini. Setelah itu, tak dapat lagi mereka menemani kita di kehidupan selanjutnya. Hanyalah sebuah kain kafan berwarna putih, pakaian agung dari yang teragung, yang akan kita gunakan untuk menghadap Allah. SWT.


Jangan mengira memiliki semua kemewahan itu bisa membuat kita bahagia. Biasanya kemewahan itu hanyalah modal utama dari rasa keserakahan kita untuk memonopoli diri kita sendiri. SADARLAH...!!! Mungkin semua itu bukan yang terbaik untuk kita. Bisa saja kemewahan itu akan membuat kita lupa akan adanya Allah, akan adanya alam akhirat, akan adanya surga dan neraka, sehingga kita lalai akan kewajiban-kewajiban kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW.


Jangan pernah mengutuk diri sendiri jika kita terlahir sebagai seorang yang tidak berada. Sebab bisa jadi, yang sedikit itu mungkin bisa membawa kita pada keberkahan, membawa kita pada kebaikan, dan membawa kita pada ketenangan. Bisa jadi yang sedikit itu adalah amal untuk kita sebagai hamba yang selalu berucap syukur pada Allah swt di setiap keadaan. Insya Allah.


Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas'ud ra. berkata, Rasulullah bersabda kepada kami, sedang beliau adalah orang jujur dan terpercaya, "Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama empat puluh hari berupa nutfah (sperma) kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama waktu itu juga kemudian menjadi mudghah (segumpal daging) selama waktu itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh kepadanya dan mencatat empat perkara yang telah ditentukan yaitu rizki, ajal, amal perbuatan, dan sengsara atau bahagianya.
 

Maka demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada seseorang diantara kalian beramal dengan amalan penghuni surga, sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan surga kecuali sehasta saja, namun ketetapan (Allah) mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka ia pun masuk neraka.
 

Ada seseorang diantara kalian beramal dengan amalan penghuni neraka, sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan neraka kecuali sehasta saja, namun ketetapan (Allah) mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan penghuni surga, maka ia pun masuk surga" (HR. Bukhari dan Muslim)  


Yakinlah pada diri sendiri. Rizki, jodoh, dan kematian sudah ditentukan oleh Allah. Kita sebagai hamba-Nya hanya tinggal menjalani tanpa terlepas dari ikhtiar, do'a, dan tawakkal padaNya, sesuai dengan jalan hidup kita masing-masing. 

Kamis, 01 Maret 2012

SERUAN RUH SETELAH KELUAR DARI BADAN

Dalam suatu hadits yang diriwayatkan Aisyah ra. beliau berkata, “aku sedang duduk bersila di dalam rumah ketika Rasulullah masuk dan memberi salam padaku, maka aku berdiri untuk menyambut kedatangannya sebagaimana biasa, lalu Rasulullah saw. bersada, “duduklah pada tempatmu, tak usah berdiri hai Ummul Mukminin.” Aisyah melanjutkan ceritanya, “kemudian Raulullah duduk dan meletakkan kepalanya pada pangkuanku dan tidur telentang. Dengan tak sengaja aku mencari uban yang ada pada jenggot beliau dan terlihat 19 rambut yang telah memutih maka aku berpikir dalam hatiku dan berkata , “Sesungguhnya dia akan keluar dari dunia sebelum aku dan tinggallah umat tanpa Nabi.” maka akupun menangis hingga airmata mengalir dipipiku dan menetesi wajah beliau sehingga beliau bangun dari tidurnya dan bersabda , ”Apa yang membuatmu menangis hai Ummul Mukminin?” Maka kuceritakan apa yang kurasa. Kemudian Rasulullah saw. menjawab, “Keadaan yang paling menyusahkan bagi mayit?”
Aku berkata, ”katakan ya Rasulullah.” Rasulullah bersabda, “Kau dulu yang mengatakan,” maka ku pun berkata, “Tak ada keadaan yang paling menyusahkan atas mayit daripada saat keluar dari rumahnya, anak-anak berduka cita di belakangnya dan berkata, “Duh Ayah! Duh Ibu!” Dan orangtuanya berkata, “Duh anak-anakku!”

Maka Rasulullah saw. menjawab, “Ini memang pedih tapi ada yang lebih pedih dari itu,” Aku pun berkata, “tak ada keadaan yang lebih berat antara mayit daripada saat dia dimasukkan dalam liang lahat dan dikubur di bawah tanah, para kerabat, anak, dan kekasihnya, meninggalkan pulang, maka mereka menyerahkan mayit tersebut. Pada Allah beserta amal perbuatannya. Setelah itu datanglah Malaikat Munkar dan Nakir dalam kuburnya.”

Rasulullah saw. bersabda, “Apa yang lebih berat dari yang kau katakan?” Aku pun berkata, “Allah dan RasulNya yang lebih tahu.”
Rasulullah saw. bersabda, “Hai Aisyah, Sesungguhnya saat yang paling berat bagi mayit adalah masuknya tukang memandikan mayit ke dalam rumahnya tuk memandikannya. Mereka mengeluarkan cincin pemuda itu dari jarinya, melepas pakaian pengantin dari badannya dan melepas sorban para syaikh dan fuqaha dari kepalanya tuk memandikannya. Ketika itu ruhnya memanggil saat melihat jasadnya telanjang dengan suara yang dapat didengar seluruh makhluk kecuali jin dan manusia.”

Dia berkata, “Hai tukang memandikan, kumohon kepadamu, demi Allah agar kau mencopot pakaianku dengan pelan, karena sesungguhnya saat ini aku sedang istirahat dari sakitnya pencabutan nyawa malaikat maut.”

Dan ketika air dituangkan padanya, dia menjerit dan berkata, “Hai tukang memandikan, demi Allah jangan kau tuangkan air panas, jangan kau gunakan air panas dan jangan pula air dingin. Sesungguhnya jasadku telah terbakar sebab dicabutnya nyawaku.”

Dan ketika dimandikan dia berkata, “Demi Allah hai tukang memandikan, janganlah kau peganng diriku terlalu kuat. Sesungguhnya jasadku terluka sebab keluarnya nyawa.”

Dan ketika usai memandikan dan diletakkan pada kain kafan, ruhnya berseru, “Demi Allah hai tukang memandikan, janganlah kau ikat kepalaku agar terlihat wajah keluargaku, anak-anakku, dan kerabat-keabatku, karena saat ini adalah yang terakhir aku melihat mereka, hari ini aku akan berpisah dengan mereka dan aku tak bisa melihat mereka lagi sampai kiamat.”

Ketika mayit akan dikeluarkan dari rumah, ruh berseru, “Demi Allah hai jamaah pengantarku, jangan tergesa-gesa membawaku hingga aku berpamitan dengan rumah, keluarga, kerabat, dan hartaku.”

Kemudian mayit berseru lagi, “Demi Allah hai jamaah ku, kutinggalkan istriku jadi janda, kutinggalkan anakku jadi yatim, maka jangan kalian menyakiti mereka. Karena hari ini aku keluar dari rumahku dan takkan kembali selamanya.”

Dan ketika mayit diletakkan pada keranda, ruh berkata, “Demi Allah hai jemaah pengantarku, jangan tergesa-gesa membawaku hingga aku mendengar suara keluargaku, anak-anakku dan kerabatku. Karena hari ini aku pisah dengan mereka sampai kiamat.”

Ketika mayit dipikul dan melangkah tiga langkah dari rumah, ruh berseru dengan suara yang didengar oleh semua makhluk kecuali jin dan manusia, dan ruh berkata, “Hai para kekasihku, hai saudara-saudaraku, hai anak-anakku jangan sampai kamu terbujuk oleh dunia sebagaimana dia telah membujukku dan jangan sampai kalian dipermainkan oleh zaman, sebagaimana dia telah mempermainkan aku dan ambillah hikmah dariku. Sesungguhnya aku meninggalkan apa yang aku kumpulkan tuk ahli warisku, dan aku tak membawa sesuatu apapun dan atas dunia Allah menghisapku sedangkan kau bersenang-senang dengannya dan kau tak mendoakanku.”

Ketika jamaah menyhalati mayit dan sebagian ahli dan keluarganya meninggalkan mushalla, ia berkata, “Demi Allah hai saudara-saudaraku, sesungguhnya aku tahu mayit akan dilupakan orang hidup, akan tetapi jangan lupa, jangan cepat-cepat menguburku hingga kau melihat tempat aku. Hai saudara-saurdaraku, sesungguhnya ku tahu bahwa makam mayit lebih dingin dari air yang dingin dalam hati orang-orang yang hidup. Akan tetapi jangalah cepat-cepat pulang.”

Dan ketika mereka meletakkan mayit disisi kubur, ia berkata, “Demi Allah hai jamaahku dan saudara-saudaraku sesungguhnya aku mendoakan kamu semua, akan tetapi kamu tidak mau mendoaka aku.”

Dan ketika mayit diletakkan pada liang lahat, ia berkata, “Demi Allah hai ahli warisku, tidak aku kumpulkan harta yang banyak dari dunia kecuali kutinggalkan tuk kalian. Maka ingatlah kalian padaku dengan banyak berbuat kebajikan dan aku mengajarkan kalian Qur’an dan tatakrama, maka janganlah kalian lupa mendoakanku.”

Sumber : DAQOIQULAKHBAR FI DZIKRILJANNATI WAN-NAR
(Imam Abdirrahim bin Ahmad Al-Qodhiy)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...